|
|
|
|
|
Pertengahan abad
ke-19, Eropa memasuki “era bepergian” dengan munculnya kereta
listrik, mobil dan rute kapal laut yang menyeberang sampai
Amerika.
Louis Vuitton,
yang mulanya bekerja pada sebuah perusahan pengepakan barang di
Paris, mendapat pemikiran cemerlang : Tidak seorang pun
bepergian tanpa membawa koper.
Tahun 1854, dia
mendirikan perusahaan pembuat koper yang kemudian menjadi sebuah
dinasti tas dan koper paling laris di dunia. |
|
|
|
|
|
|
|
|
Karya besar
Louis Vuitton tercipta ketika 1858 dia memperkenalkan koper
datar dengan tepian besi dan kayu. Koper itu tidak dilapisi
kulit, melainkan kanvas Trianon abu-abu yang kuat dan kedap air.
Koper orisinal pertama itu langsung terkenal dan ditiru. |
|
|
|
Untuk menghindari peniruan, George
Vuitton, putra Louis Vuitton, membayangkan sebuah imej yang
tidak bisa terpisah dari merek Louis Vuitton.
Tahun
1896 dia menggambar bulatan berisi bunga berkelopak empat warna
negatif. Lalu, bintang bersudut empat warna positif dan
negatif. Untuk menghormati sang ayah, George menambahkan inisial
LV di antara bulatan bunga dan bintang tadi. Lahirlah sebuah
komposisi yang kemudian disebut Monogram dan menjadi ikon Louis
Vuitton.
Monogram itu
lalu mengilhami berbagai merek ternama di dunia dengan memakai
logo sebagai motif dekoratif dan penanda identitas pada produk
mereka. |
|
|
|
Sebagai
alternatif koper besar dan kaku, Louis Vuitton menciptakan tas
lembut yang mudah dibawa-bawa. Tahun 1924 lahir “Keepall”, yang
menjadi pionir traveling bag serba guna yang kita kenal
sekarang.
Meski sudah
dilapis Pergamoid yang kedap air, bentuk tas kanvas masih kaku.
Baru tahun 1959, Claude-Louis, generasi keempat Louis Vuitton,
memasukkan teknologi pelapis lembut untuk katun dan linen yang
disebut : “quick-change artistry of plastic”. Monogram
kanvas pun menjadi luwes. |
|
|
|
Pada awalnya Monogram Louis Vuitton digemari sebatas raja,
ningrat, elit dan artis karena status sosial yang memungkinkan
mereka melakukan perjalanan. Raja Spanyol Alfons 12, Fuad 1
dari Mesir, Tsar Nikolas 2 dari Rusia, keluarga maharaja dari
India, Audrey Hepburn, Sophia Loren sampai Salvador Dali adalah
beberapa nama sohor pemakai setia Monogram. Termasuk artis Sarah
Jessica Parker dan Madonna yang menyukai tas Ellipse.
Kini Monogram dipakai segala kalangan. Bahkan banyak orang cukup
puas membeli tiruannya.
|
|
|
|
|
Monogram
terus mempersegar diri. Tahun 1996, pada ulang tahun ke 100, Louis
Vuitton mengajak 7 perancang top dunia untuk menciptakan desain baru
dari bahan historis dan imajinatif itu. Di antaranya Vivienne Westwood
yang menciptakan tas pinggang dan Sybilla yang memperkenalkan tas
punggung satu paket dengan payungnya. |
|
|
|
|
Ketika Marc
Jacobs bergabung sebagai direktur artistik Louis Vuitton tahun
1997, Monogram berubah muda dan baru. Dimulai dari memoles
Monogram klasik paduan ekru dan kopi menjadi Monogram vernis
dalam warna pastel berkilau.
Marc Jacobs juga
berkolaborasi dengan seniman ternama dunia. |
|
Di tangan
seniman Amerika Stephen Sprouse, Monogram klasik tampil
revolusioner dengan coretan graffiti. Wajah Monogram berubah lagi ketika
Takashi Murakami menyuntikkan enerji modernnya dengan
menciptakan Eye Love Monogram yang genit dan segar penuh warna.
Termasuk Monogram klasik dengan gambar tokoh animasi ciptaaan
seniman Jepang itu : Panda, Flower Hat Man dan Onion Head. |
|
|
Dari era 1920an
sampai jaman digital ini, kualitas dan gengsi tidak pernah
berubah, hanya keinginan dan kebutuhan pelanggan yang berganti.
Seorang wanita
eksentrik Inggris pernah memesan koper untuk membungkus kereta
kuda yang ia bawa bepergian dari London ke Iran. Aktris Sharone
Stone minta dibuatkan koper Monogram khusus tempat penyimpan tas
dan perhiasan yang kemudian menjadi seri ‘Vanity Case’ Louis
Vuiton.
Di bengkel
kerjanya di Asnieres, Patrick-Louis Vuitton, generasi ke lima,
bertanggung jawab menjalankan departemen pesanan khusus. Setiap
tahun dibuat sekitar 200 produk Monogram pesanan, mulai
portable library, tempat gitar, kotak obat, kotak whiskey
sampai tempat botol bayi. Beberapa di antaranya dijadikan arsip.
|
|
Louis Vuitton terus bersikap inovatif.
Ketika imajinasi terus berdenyut, plagiator akan tertinggal di
belakang. Itulah filosofinya. Kisah Monogram ini telah menjadi
buktinya. |
|
|
Sumber
: 150 Ans Louis Vuitton. Foto : Dok. Bagasi Luks.
(MB)
|